FILOSOFI ALAT MUSIK ANGKLUNG

06.10 0 Comments


FILOSOFI ALAT MUSIK ANGKLUNG


Salah satu hal yang mengagumkan dari leluhur bangsa Indonesia adalah, mereka selalu punya makna tersembunyi dibalik suatu ciptaan. Cobalah bertanya pada sesepuh batik, mereka dengan fasih akan menjelaskan makna dibalik corak yang buat kita orang awam, sekedar “terlihat bagus ketika dipakai”. Demikian pula angklung. Itu bukan sekedar “alat musik yang bersuara merdu”. Ada makna dibalik bentuknya yang sederhana.


Baik, pertama-tama angklung itu terdiri dari rangka dan beberapa tabung suara. Angklung melodi bisa punya dua atau tiga tabung, sementara angklung akompanimen bisa punya tiga atau empat. Hal ini karena nada dari satu tabung tidak akan cukup kuat, sehingga harus dipasangkan dengan nada lain yang harmonis. Demikian pula manusia. Sebaiknyalah untuk selalu mencari pasangan yang pas, dan bekerja sama dengan baik.

Lalu kalau diperhatikan, tabung angklung selalu dipasang sehadap, dimana tabung kecil ada di depan tabung yang besar. Ketika dimainkan, maka tangan orang harus menggetarkan angklung pada sisi tabung yang besar. Maknanya adalah, bahwa seorang yang lebih besar/tua harus berani mengambil tanggung jawab untuk mulai bergerak, dan mendorong yang kecil. Sementara itu yang kecil/muda sebaiknyalah bergerak serentak dengan yang besar, menuju arah tujuan yang sama.

Kemudian bisa dilihat bahwa semua tabung suara memiliki dua kaki yang masuk ke tabung dasar. Ketika digetarkan, kaki-kaki inilah yang akan bertumbukan dengan tabung dasar sehingga bunyipun muncul. Maknanya adalah, bahwa manusia, seberapa aktifpun bergerak harus selalu eling menginjak bumi. Apabila lepas kendali, maka justru akan tak berbunyi sama sekali.

Sebaliknya di sisi atas, tabung angklung harus bersedia dilubangi pada titik “mati” untuk digantung pada palang. Jika lubang ini tidak tepat, maka suarapun akan tenggelam. Maknanya adalah, bahwa manusia harus percaya untuk berkorban dan bergantung pada Tuhan.

Pada lingkup yang lebih luas, sejumlah angklung harus bersatu membentuk unit, untuk dimainkan oleh sekelompok orang. Jumlah angklung yang dipakai harus disesuaikan dengan rantang nada maupun dinamika lagunya. Kemudian angklung pun dibagi-bagi dengan prinsip:

pemain yang kecil memegang angklung nada tinggi
sementara pemain besar memegang nada rendah
Jika seseorang memegang banyak angklung, nadanya jangan sama
Setiap orang kira-kira akan mendapat giliran bermain sama banyak dengan orang yang lain
Dalam kenyataan, tindakan ini tidak mudah dilakukan. Ada sistem khusus untuk membagi angklung yang namuanya tonjur. Jika diambil maknanya, dalam kelompok sebaiknyalah ada keadilan dalam membagi beban dan peran. Walau sulit pada awalnya, hal itu akan membawa kebaikan bagi semua.

Kemudian tibalah saatnya permainan dimulai. Para pemain pun secara bergiliran memainkan angklungnya sesuai lantunan lagu, di bawah pimpinan konduktor. Maknanya adalah, bahwa setiap orang dalam tim haruslah mempersiapkan diri dengan baik (menghapal lagu), lalu patuh pada pemimpin. Ketika tiba giliran nadanya, maka segera mainkan angklung. Ketika nada selesai, tunggu sampai teman berikutnya bermain, lalu segera berhenti. Hanya dengan disiplin diri dan saling pengertian, tugas bersama akan bisa tercapai.

Unknown

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar :

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net